Kisah Nabi Muhammad SAW

Kamis, 07 Maret 2013

Kisah atau Riwayat Nabi Muhammad SAW

Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan salat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahwa perintah tersebut berarti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahwa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang-orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh karena itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi niscaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan urnrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahwa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahwa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia-nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."

0 komentar:

Posting Komentar